Entah kenapa, saya jadi tidak suka menyebut 'Mantan Presiden'. Lebih suka menyebut sebagai 'Presiden Keenam'. Bagaimanapun dia pernah memimpin negeri ini.
Presiden Keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, menulis cuitan di twitter. Cuitannya bersayap sehingga meunculkan polemik. Ada yang pro juga ada yang kontra.
Tulisan ini mencoba berposisi netral dalam memaknai cuitan Ayah calon Gubernur DKI, Agus Harimurti Yudhoyono ini.
Melalui akun twitternya @SBYudhoyono, Presiden Keenam RI in menulis:
Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar "hoax" berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*
Kode *SBY* menandakan bahwa SBY sendiri yang menge-twit postingan tersebut. Twit SBY pada tanggal 20 Januari 2017 ini bisa dimaknai 'menyerang' penguasa. Tetapi pendapat itu tidak sepenuhnya benar.
Dalam twit tersebut, SBY sebenarnya sedang berkeluh kesah kepada Tuhan. Keluh kesah yang dituliskan ke media sosial memang bisa berefek luas dan memunculkan perbedaan tafsir. Tetapi, dengan menulis di media sosial twitter, twit SBY menunjukkan bahwa Presiden RI Keenam masih memiliki kepedulian terhadap negeri ini.
Yang perlu didalami adalah, Twit SBY sama sekali tidak mengandung kata 'pemerintah' juga tidak menggunakan kata 'penguasa'. Dalam Twitnya, SBY hanya menggunakan kata 'berkuasa'. Penguasa identik dengan pemerintah, sementara yang 'berkuasa' belum tentu pemerintah.
SBY melalui twitnya mengatakan bahwa 'Juru Fitnah dan penyebar hoax' sedang berkuasa. Justru SBY secara tidak langsung juga mendukung pemerintah untuk 'menghabisi' juru fitnah dan para penyebarnya. Agar tidak lagi merajalela. Serta tidak menguasai pembentukan opini publik di negeri ini.
Kalalu pemerintah atau pendukung pemerintah menyangka bahwa itu ditujukan kepada mereka (penguasa) mungkin mereka salah.
Sebagai rakyat, saya juga cukup berkesan dengan twit SBY di atas. SBY tidak mengatakan Rakyat Lemah, malinkan Rakyat dan yang lemah. Jadi, ada dua subjek yang disebutkan oleh SBY yaitu Rakyat, dan (pihak) yang lemah. Memang, rakyat itu kuat, dan punya kekuatan besar.
Frasa 'yang lemah' yang ditulis dalam twit SBY memang tidak jelas. Jika dihubungkan dengan proses Pilkada DKI Jakarta, arena anaknya berusaha menjadi pemimpinnya, bisa jadi yang lemah adalah pasangan cagub-cawagub nomor 3, Anies-Sandi karena mereka yang selama ini di posisi paling lemah berdasarkan hasil survei beberapa lembaga polling.
Jika 'yang lemah' dihubungkan dengan proses hukum kasus penistaan (baik penistaan agama maupun penistaan lambang negara) bisa jadi yang lemah adalah Ahok. Karena dia sempat keder juga setelah didemo dengan segitu banyaknya masssa.
Selalu berlapis-lapis makna dalam setiap pendapat dan ucapan. Apalagi tokoh sekelas SBY, Presiden Keenam Republik Indonesia.
Tulisan ini, sekali lagi, bukan pembelaan terhadap SBY tetapi juga bukan penghakiman atas pendapatnya. Bukankah Indonesia negara demokratis penganut sistem demokrasi yang setiap warga negaranya bebas berpendapat. SBY sebagai warga negara sekaligus sebagai Presiden Keenam sedang mengguakan haknya.
Meskipun demikian, tetap ada keambiguan dan ketidakjelasan dalam twit SBY. Juga ada kemubazirannya. Tidak jelasnya adalah, dalam akhir twitnya, SBY bertanya, Kapan? Sebenarnya dia bertanya kepada siapa? Mungkinkah kepada Tuhan YME? yang pertama kali disebut dalam twitnya.
Mubazir, jika twit SBY adalah sebatas twit. SBY adalah tokoh publik yang punya pengaruh. Dia bisa dan mampu untuk mengurangi berkuasanya para penyebar Hoax melalui kader-kader partainya di senayan. Juga melalui kader-kadernya yang menjadi pemimpin daerah-daerah. SBY adalah Ketua Umum Partai Demokrat.
Mungkin Cak Rat bisa menjawab pertanyaan twit SBY, Kapan Rakyat dan yang lemah menang? Jawaban dari Cak Rat: Ketika Tuhan mengizinkan. :) Dan, kita juga mengusahakan.