Aspek sosial anak berkaitan dengan hubungan atau relasi anak dengan orang-orang di sekitarnya. Lama sebelum matanya dapat melihat dengan jelas, bayi yang baru dilahirkan akan merespon bunyi atau suara dan memusatkan perhatian pada asal suara sebagaimana layaknya orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa manusia secara kodrati adalah makhluk sosial yang menunjukkan ketertarikan pada relasi sosial.
Pada masa awal hidup manusia, yang disebut dengan anak usia dini, akan mengembangkan rasa kepercayaan pada lingkungan. Dengan memberikan perawatan dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan perhatian yang konsisten anak akan merasa mendapatkan keamanan dan kenyamanan sosial sebagai modal dalam mengembangkan kepercayaan pada lingkungan. Anak yang merasa percaya pada lingkungan akan dapat mengembangkan persahabatan dan kedekatan dengan orang lain.
Ketika mulai tergabung dalam kelompok bermain dan taman kanak-kanak, anak usia pra-sekolah akan belajar mengembangkan interaksi sosialnya dengan lebih luas. Tidak hanya dengan anggota keluarga yang lain tetapi juga terhadap guru, teman sebaya beserta anggota keluarga teman tersebut.
Untuk sukses dalam beradaptasi dengan lingkup pergaulan yang makin meluas tersebut tentu saja keterampilan anak harus dilatih. Sesuai dengan tugas perkembangan anak, maka kegiatan bermain merupakan sarana yang paling tepat untuk mengembangkan keterampilan sosial anak.
Sebagai dasar pembelajaran dan mengembangkan sosial anak, seorang pendidik atau orang tua harus mengetahui karakter dasar perkembangan sosial anak, agar pembelajaran dan umpan balik yang diberikan pada anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Berikut beberapa teori perkembangan sosial anak :
Tahapan Perkembangan Psikososial menurut Erikson
Loree (Nurihsan, 2007 : 164) dengan mensitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial (Nurihsan, 2007:166), dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhler mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku-engkau atau hubungan subjek-objek. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama sebagai berikut:
Pola pertama anak cenderung menarik diri secara tegas dari lingkungannya, mereka senang menyendiri dan cenderung introvert yaitu berorientasi ke dalam dirinya. Pola kedua anak cenderung merespons kehidupan yang ada di lingkungannya secara aktif. Adapun pola ketiga anak cenderung pasif, kurang merespons terhadap kehidupan yang terjadi di lingkungan yang ada di sekitarnya.
Pada masa awal hidup manusia, yang disebut dengan anak usia dini, akan mengembangkan rasa kepercayaan pada lingkungan. Dengan memberikan perawatan dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan perhatian yang konsisten anak akan merasa mendapatkan keamanan dan kenyamanan sosial sebagai modal dalam mengembangkan kepercayaan pada lingkungan. Anak yang merasa percaya pada lingkungan akan dapat mengembangkan persahabatan dan kedekatan dengan orang lain.
Ketika mulai tergabung dalam kelompok bermain dan taman kanak-kanak, anak usia pra-sekolah akan belajar mengembangkan interaksi sosialnya dengan lebih luas. Tidak hanya dengan anggota keluarga yang lain tetapi juga terhadap guru, teman sebaya beserta anggota keluarga teman tersebut.
Untuk sukses dalam beradaptasi dengan lingkup pergaulan yang makin meluas tersebut tentu saja keterampilan anak harus dilatih. Sesuai dengan tugas perkembangan anak, maka kegiatan bermain merupakan sarana yang paling tepat untuk mengembangkan keterampilan sosial anak.
Sebagai dasar pembelajaran dan mengembangkan sosial anak, seorang pendidik atau orang tua harus mengetahui karakter dasar perkembangan sosial anak, agar pembelajaran dan umpan balik yang diberikan pada anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Berikut beberapa teori perkembangan sosial anak :
Tahapan Perkembangan Psikososial menurut Erikson
Tahap Perkembangan | Umur | Elemen untuk Hasil Positif |
---|---|---|
Trust vs Mistrust | Masa bayi 0-1 tahun | Bayi membutuhkan gizi dan perawatan serta kasih sayang, tanggung jawab orangtua dan konsistensi pengasuhan dari orangtua |
Autonomy vs. Shame & Doubt | Masa baduta 1 - 2 tahun | Kontrol yang lebih baik terhadap diri sendiri dalam lingkungannya, mulai belajar makan, kontrol pembuangan, berpakaian. Orangtua meyakinkan bahwa anak bisa, dan menghindari terlalu bersikap melindungi |
Initative vs Guilt | Masa prasekolah 2 - 6 tahun | Menjalankan aktivitas diri, belajar menerima tanpa rasa salah jika tidak dapat mencapainya, imajinasi, bermain peran seperti orang dewasa. Belajar inisiatif bukan hanya meniru, terbentuknya nurani dan identitas seksual |
Industry vs inferiority | Masa sekolah 6 -12 tahun | Menemukan kesenangan dan produktif, bertetangga, menjalin hubungan dengan teman sebaya, interaksi di sekolah. Belajar kepercayaan diri dengan meningkatkan keterampilan |
Perkembangan sosial (Nurihsan, 2007:166), dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhler mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku-engkau atau hubungan subjek-objek. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama sebagai berikut:
- Masa kanak-kanak awal (0;0 - 3;0) : subjektif
- Masa krisis I (3;0 - 4;0) : trotz alter (anak -degil)
- Masa kanak-kanak akhir (4;0 - 6;0) : subjektif menuju objektif
- Masa anak sekolah (6;0 - 12;0): objektif
- Masa krisis II (12;13) : pre-puber (anak tanggung)
- Masa remaja awal (13;0 - 16;0) : subjektif menuju objektif
- Masa remaja akhir (16;0 - 18;0): objektif.
Pola pertama anak cenderung menarik diri secara tegas dari lingkungannya, mereka senang menyendiri dan cenderung introvert yaitu berorientasi ke dalam dirinya. Pola kedua anak cenderung merespons kehidupan yang ada di lingkungannya secara aktif. Adapun pola ketiga anak cenderung pasif, kurang merespons terhadap kehidupan yang terjadi di lingkungan yang ada di sekitarnya.