Jumat, 17 April 2020

Menghadapi Hantu di Laut

Gadis Rantau
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, mereka harus menggunakan armada semut atau perahu-perahu yang tidak memiliki kelengkapan keamanan dan kenyamanan pelayaran yang standar. Tidak ada pilihan selain menggunakan sarana transportasi ini, apalagi ongkosnya tidak semahal speed boat.
Speed boat hanya digunakan rombongan pejabat ketika melakukan kunjungan kerja atau untuk hal-hal urgen yang dialami masyarakat. Misalnya, ke Atapupu atau ke Lembata atau wilayah lainnya.

Perjalanan menggunakan perahu atau speed boat sangat mengasyikkan kalau lautnya sedang teduh, tetapi menjadi ancaman berat ketika terjadi gelombang dan angin kecang pada musim barat.

Namun bagi warga Alor, ancaman di laut bukan hanya cuaca, tetapi juga makhluk-makhluk halus yang menghuni lautan. Ya, hantu laut. Bagi mereka, hal-hal yang bersifat mistis itu bukan sekadar cerita. Banyak dari mereka sudah mengalaminya secara langsung. Mereka pun sudah tahu caranya menghindar dari ancaman tersebut.


Min Muksin Kunimau, yang dikenal sebagai pelaut ulung atau
driver speed boat handal di Kabupaten Alor dan jasanya sering dipakai para pejabat atau warga lainnya di daerah itu,  kepada Pos Kupang di Pantai Dulionong, Binongko, Kamis (19/2/2010), mengatakan, jam terbangnya sebagai juragan speed boat atau  perahu tak terhitung lagi.

Jarak yang ditempuhnya juga bukan hanya dari Kalabahi ke pulau-pulau atau wilayah lain di Kabupaten Alor. Atapupu, Wini, Dili, Kupang, Wairiang, Lewoleba, Waiwerang dan Larantuka sudah sering menjadi tempt tujuan pelayarannya.

Waktu perjalanannya juga tidak bisa ditentukan. Laut teduh ataupun badai, kalau sudah dipesan, dia harus siap mengarungi laut untuk mengantar penumpang sampai di tempat tujuan.

Min mengungkapkan, keberaniannya di laut, demikian juga
sejumlah pelaut lain di Kabupaten Alor, bukan karena modal nekad saja, melainkan karena memiliki rasa percaya diri dan mampu menaati sejumlah pantangan yang diajarkan leluhur mereka mengenai kehidupan di laut.

Menurut Min, tantangan yang paling berat dalam pelayaran bukan masalah cuaca atau kondisi laut, melainkan hantu laut.
Menurut Min, laut di Kabupaten Alor ini banyak hantunya. Dia sering menjumpainya di sekitar Selat Ombay dan Tanjung Marica di Kecamatan Pantar Barat Laut (PBL).

Hantu laut biasanya muncul menyerupai kapal besar dengan cahaya yang terang sekali. Cahayanya tidak menerangi permukaan laut, tetapi memancar ke langit. Hantu laut berupa kapal itu berganti-ganti warna: hitam, merah, biru, hijau atau putih.

Sebagai pelaut, Min mengaku sudah tahu caranya agar tidak menjadi korban ketika melihat atau bertemu hantu laut. Hantu laut biasanya muncul pada malam hari. Agar luput dari gangguan hantu, para pelaut biasanya membaca mantra. Lebih dari itu, semua cahaya di atas perahu atau speed boat dimatikan.

Cahaya lampu atau senter atau api rokok harus dimatikan. "Sebab, setan laut akan datang mendekat kalau melihat cahaya seperti itu. Baca-baca mantra untuk memindahkannya juga tidak akan mempan. Sebaliknya, perahu atau speed boat yang kita tumpangi akan menuju hantu laut dan menabraknya. Pada saat itulah terjadi korban," tandas Min.

Min mengatakan, bila melihat hal-hal aneh tersebut dalam pelayaran, maka semua kru harus bisa menenangkan diri dan tidak panik atau ketakutan. 

Selanjutnya, berupaya memindahkan haluan untuk terus melanjutkan perjalanan.
Min mengatakan, bentuk hantu laut, selain seperti kapal,
kadang-kadang juga muncul seperti karang di tengah laut.

Cara-cara tradisional digunakan untuk menghindarinya. "Banyak kepercayaan orang tua di kampung yang diwariskan kepada kita untuk menghadapi lingkungan ini. Tetapi banyak yang telah dilupakan oleh anak-anak saat ini," ungkap Min. (*)



Sumber